Jika sepasang monyet tidur
Jadi buyut moyangku
Jika buyut moyangku tidur
Jadi kakek dan nenekku...
Jika kakek dan nenek tidur
Jadi ayah dan ibu
Dan jika ayah dan ibu tidur
Jadi sebiji kepala, yaitu kepalaku...
Sedangkan waktu aku yang tidur nggak jadi apa-apa
Yang jadi Cuma beberapa pasang kecoa di kolong tempat tidurku
Dan s’ribu armada kutu di atas sprei belang bentong kasurku
Walaupun mereka itu kecoa dan kutu, tetapi mereka tetap darah dagingku
“Maka dari itu saya minta dengan amat sangat...”
[Interlude]
Anakku yang paling tua bernama kecoa Idi Amin, lahir di Cengkareng
Hey badannya kerempeng, matanya sedikit jereng
“Kalo berjalan seperti Gareng, anakku Idi Amin orang kaya
Di Cengkareng senang pake mobil mentereng
Banyak yang tau mobil si Amin itu mobil curian
Tapi maklum si Amin kebal kerangkeng”
Aku benci, aku benci sama si Amin
Abis si Amin suka nampeleng
Tapi cuma b’rani sama tukang kacang goreng
“Itu dulu seribu tahun yang lalu...”
[Harmonika Solo]
Kini cerita anakku yang nomor dua, perempuan lho
Cantik molek manja seksi lahir di Madura, sekolah di Kerawang
Minum jamunya wah jangan ditanya, dari jamu galian singset, sari rapet
Sampai jamu terlambat datang bulan tak pernah ketinggalan
Putrikku cantik putriku molek, putriku pandai memasak
Dari bistik, spaghetti, rendang ayam, capcay goreng, udang rebus sampai rendang jengkol
Dia bisa tapi mengapa belum juga datang lamaran...
O’ya hampir saya lupa, putriku mempunyai dua kekurangan
Yang mungkin itu sebabnya putriku vakum dalam dunia percintaan
Putriku memang anggun tapi sayang kepala putriku sebesar bola kasti
Itu satu, dan yang kedua putriku tidak boleh kena air, hayo kenapa?
Ah gue tahu, dia alergi. Bukan. (Kutu air?) Bukan. Ambeien. (Bukan, masa ambeian kena air)
Ayan...
Na na na na na na na na Na na na na na na..
Anakku yang paling bontot pemain sepakbola,
Pernah berkirim berguru atau dikirim tamasya ke Brazilia
Enam bulan di sana, begitu pulang kok keok, eh kalah semua...
Jadi buyut moyangku
Jika buyut moyangku tidur
Jadi kakek dan nenekku...
Jika kakek dan nenek tidur
Jadi ayah dan ibu
Dan jika ayah dan ibu tidur
Jadi sebiji kepala, yaitu kepalaku...
Sedangkan waktu aku yang tidur nggak jadi apa-apa
Yang jadi Cuma beberapa pasang kecoa di kolong tempat tidurku
Dan s’ribu armada kutu di atas sprei belang bentong kasurku
Walaupun mereka itu kecoa dan kutu, tetapi mereka tetap darah dagingku
“Maka dari itu saya minta dengan amat sangat...”
[Interlude]
Anakku yang paling tua bernama kecoa Idi Amin, lahir di Cengkareng
Hey badannya kerempeng, matanya sedikit jereng
“Kalo berjalan seperti Gareng, anakku Idi Amin orang kaya
Di Cengkareng senang pake mobil mentereng
Banyak yang tau mobil si Amin itu mobil curian
Tapi maklum si Amin kebal kerangkeng”
Aku benci, aku benci sama si Amin
Abis si Amin suka nampeleng
Tapi cuma b’rani sama tukang kacang goreng
“Itu dulu seribu tahun yang lalu...”
[Harmonika Solo]
Kini cerita anakku yang nomor dua, perempuan lho
Cantik molek manja seksi lahir di Madura, sekolah di Kerawang
Minum jamunya wah jangan ditanya, dari jamu galian singset, sari rapet
Sampai jamu terlambat datang bulan tak pernah ketinggalan
Putrikku cantik putriku molek, putriku pandai memasak
Dari bistik, spaghetti, rendang ayam, capcay goreng, udang rebus sampai rendang jengkol
Dia bisa tapi mengapa belum juga datang lamaran...
O’ya hampir saya lupa, putriku mempunyai dua kekurangan
Yang mungkin itu sebabnya putriku vakum dalam dunia percintaan
Putriku memang anggun tapi sayang kepala putriku sebesar bola kasti
Itu satu, dan yang kedua putriku tidak boleh kena air, hayo kenapa?
Ah gue tahu, dia alergi. Bukan. (Kutu air?) Bukan. Ambeien. (Bukan, masa ambeian kena air)
Ayan...
Na na na na na na na na Na na na na na na..
Anakku yang paling bontot pemain sepakbola,
Pernah berkirim berguru atau dikirim tamasya ke Brazilia
Enam bulan di sana, begitu pulang kok keok, eh kalah semua...
0 Comment for "Iwan Fals – Dongeng Tidur"